Moto dan Filosofi Dayak Membumi

Moto dan Filsafah (filosofi) Hidup orang Dayak yang membumi adalah “Adil Ka’ Talino Ba Curamin Ka’ Saruga Ba Sengat Ka’ Jubata”. Moto dan filsafah tersebut dirumuskan sejak beberapa puluh tahun yang lalu. Filosofi dan Moto tersebut berasal dari bahasa Dayak Kanayatn. Terjemahan bahasa tersebut kata perkata sebagai berikut : adil = adil, ka' = ke, talino = manusia, ba curamin = bercermin, saruga = surga, ba sengat = bernapas, Jubata = Tuhan.

Gadis Dayak
Gadis Dayak // Photo by N/A
Penjelasan dan uraikan filosofi secara menyeluruh adalah sebagai berikut:
1. Adil Ka’ Talino
Adil Ka’ Talino, adalah kata yang mempunyai makna bahwa manusia Dayak itu harus hidup adil kepada sesama manusia. Cinta damai dan keadilan ini tertanam pada masyarakat Dayak dalam kehidupan didunia ini untuk mencapai kehidupan yang sempurna selama hidup. Kehidupan manusia Dayak tidak terlepas dari golongan yang satu dengan golongan yang lain, oleh sebab itu keadilan harus bisa dilestaraikan dan dijaga dalam setiap manusia Dayak.

2. Bacuramin Ka’ Saruga
Bacuramin Ka’ Saruga, adalah istilah yang digunakan masyarakat Dayak untuk menujuk kesempurnaan hidup manusia. Kata ini mempunyai makna bahwa manusia Dayak harus hidup berpadanan dengan kehidupan yang diatas atau hidup yang sempurna atau tertinggi yang sebagi contoh hidup manusia Dayak.

3. Ba Sengata Ka’ Jubata
Ba Sengata Ka’ Jubata, adalah hidup manusia Dayak didasarkat atas Yang Ilahi atau Realitas Mutlak yang dipercayai oleh manusia Dayak yang disebut Jubata. Masyarakat Dayak meyakini bahwa Jubata yang memberikan kehidupan dan kelimpahan dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Dayak.

Kata-kata tersebut mungkin sebagian orang terdengar asing. Namun kata-kata itu, sudah menyatu dalam jiwa sebagian besar warga Dayak di Kalimantan Barat. Kalimat tersebut, sering kali menjadi sapaan pembuka dalam suatu acara atau pertemuan, baik resmi maupun tidak di Provinsi Kalbar.

Menurut tulisan yang termuat di mediamasa kompasiana, Yakobus Kumis mengatakan sebaris kalimat tersebut tidak muncul begitu saja. Melainkan melalui olah pikir sejumlah tokoh Dayak dan dibahas dalam suatu pertemuan. Dia menyebut tiga nama tokoh Dayak yang menjadi perumus sehingga lahirnya falsafah tersebut. Mereka adalah Bahaudin Kay, Ikot Rinding, dan RA Rachmat Sahudin. Falsafah itu dikukuhkan pertama kali dalam Musyawarah Adat Naik Dangau pertama tahun 1985 di Anjungan, Kabupaten Pontianak.

Dalam Musyawarah Dewan Adat Dayak Kal-bar pada tahun 2002, kata sahutan (menjawab) salam “Adil Ka’ Talino Ba Curamin Ka’ Saruga Ba Sengat Ka’ Jubata” diganti menjadi "Arus" dan diucapkan sebanyak tiga kali. Awalnya kata penjawab salam adalah "Auk". karena alasan tidak bermakna, selain berarti "Ya" (dalam bahasa percakapan sebagian warga di Kal-bar) maka digantilah kata "Auk" itu menjadi "Arus". Dalam Musyawarah Nasional Dewan Adat Dayak se-Kalimantan pada Juni 2006, falsafah “Adil Ka’ Talino Ba Curamin Ka’ Saruga Ba Sengat Ka’ Jubata” tersebut ditetapkan menjadi salam Dayak secara nasional.

No comments:

Post a Comment