Legenda Air Terjun Riam Merasap

Riam Merasap (Riebm Marasep), Begitu penduduk setempat menyebutkan Air terjun Merasap yang berada di kecamatan Sanggau Ledo, kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Riam Merasap merupakan salah satu objek keindahan alam masyarakat adat suku Dayak Bekati’.

Air terjun Riam Merasap

Menurut legenda Masyarakat Dayak Bekati', Pada zaman dahulu di Baatn daerah tempat Riam Merasap (Riebm Marasep) hiduplah keluarga Sadukng. Sejak kecil Sadukng tidak seperti anak-anak biasanya. Ia cepat menjadi dewasa hanya dalam hitungan hari. Makanan yang diberikan berperiuk-periuk nasi supaya bisa kenyang.Ketika Sadukng menjadi seorang pemuda, ukuran tubuhnya luar biasa besar.

Menurut cerita ia dapat mengubah tubuhnya menjadi sangat besar hingga dapat melangkahi sebuah gunung. Ia juga dapat menjelma menjadi pemuda dengan ukuran tubuh biasa. Sebagai kodrat, Sadukng adalah seorang raksasa. Tetapi disisi lain, Sadukng adalah seorang anak yang sangat berbakti pada kedua orang tuanya dan dikenal sebagai seorang pemuda yang suka menolong.

Sadukng pun merupakan berkah bagi kampungnya karena dengan adanya Sadukng kampung menjadi aman sentosa. Karena kodratnya itu orang kampung tidak merasa risih mendengar gelegar langkahnya ketika ia sedang melintasi pemukiman untuk mengerjakan hal yang mustahil dikerjakan seorang manusia. Misalnya, membendung sungai, mencabut pohon besar untuk membuat Ajokng (perahu).

Suatu hari Sadukng yang telah mengubah tubuhnya seukuran manusia biasa duduk di tepi hutan di bawah sebatang pohon rindang. Pandangannya tertuju ke arah ramin patangan (rumah panjang), kampungnya. Entahlah apa yang sedang Sadukng pikirkan. Kedua orang tuanya menjadi bingung dengan perubahan Sadukng yang tidak seperti biasanya.

Kedua orang tuanya pun menanyainya. Sadukng lantas menceritakan secara terus-terang tentang kegundahan hatinya. Sadukng mengaku bahwa ia telah merasa cukup dewasa untuk berumah tangga. Tapi yang manjadi kebingungannya siapa diantara manusia biasa yang mempunyai tubuh seukuran dirinya. Itulah pikirannya.

Alkisah, tersebarlah berita ada seorang permaisuri raja di Muara Sungai Setanggi yang bernama Salek. Salek menurut penuturan para tetua kampung adalah seorang permaisuri yang sangat cantik. Cerita tersebut sampai pula ke telinga Sadukng. Ia pun jadi penasaran karena cerita tersebut, bahkan timbul niatnya membuktikan kebenarannya. Sebelum berangkat, ayahnya membekali Sadukng dengan sebuah cincin sakti. Sadukng melakukan ritual mato’ (berniat) supaya mendapatkan Salek sebagai isterinya.

Sementara itu, masyarakat kerajaan gempar karena permaisuri raja tiba-tiba hilang. Selidik punya-selidik akhirnya ketahuan juga kalau penculiknya adalah Sadukng. Raja pun murka seketika itu juga. Ia lalu mengerahkan seluruh bala tenteranya untuk memburu Sadukng. Ratusan pasukan berperahu dan bersenjata tombak, panah dan parang dikerahkan. Kejar-kejaran perahu tak dapat dihindarkan.

Tentara kerajaan yang telah terlatih dengan mudah mengejar Sadukng dan Salek. Namun Sadukng tetap santai saja, bahkan dalam perahunya penuh muatan batang tebu. Ketika perahu tentara kerajaan mendekat Sadukng pun santai memakan tebu, tanpa membuang ampasnya ke sungai hingga memenuhi perahu. Saat semakin terdesak, Sadukng membuang segenggam ampas tebunya ke sungai. Dari ampas tebu tersebut jadilah batu. Tentara kerajaan ketakutan. Namun demi tugas, pengejaran terus dilakukan.

Karena tentara kerajaan tetap nekat, Sadukng terus membuang ampas tebunya ke sungai hingga sungai menjadi dangkal. Pasukan kerajaan pun semakin kewalahan melawan jeram. Ketika perahu Sadukng mendekati kampung Salek tiba-tiba meninggal. Sadukng bingung dan terpukul karena kejadian tersebut. Sadukng pun merasa sangat sedih karena usahanya sia-sia, bahkan ia merasa sangat berdosa.

Dalam situasi yang demikian, tentara kerajaan semakin dekat. Sadukng pun semakin bingung. Dalam kebingungan itu ia meninggalkan mayat Salek di dalam perahu, lalu merubah tubuhnya menjadi manusia raksasa dengan menggenggam sebatang tebu. Ia kemudian menghunjam tebunya ke sungai dan jadilah batu besar. Suara gemuruh riam pun terdengar. Tanah terbelah dan muncullah batu sebesar gunung. Tentara kerajaan akhirnya mundur.

Selain itu ada lengeda lain lagi yang Konon katanya ada intan sebesar kepalan tangan yang dijaga oleh seekor labi-labi (kura-kura putih). Masyarakat menyebutnya riam merasap karena kalau pada musim bulan oktober atau musim penghujan dan airnya deras banyak buih-buih dari tetesan riam ini seperti asap.

Referensi:
[1]dhaniehardcore.wordpress.com
[2]Penulisopini.blogspot.com
[3]elninoblogspotcom.blogspot.com
[4]Sumber lainya

No comments:

Post a Comment