Dayak Banyuke-Satolo

Dayak Banyuke-Satolo adalah subsuku Dayak yang bermukim di wilayah adat atau Binua Satolo di Kabupaten Landak. Wilayah ini terletak di tepi Sungai Menyuke. Bahasa yang dituturkan oleh orang Dayak Banyuke Satolo disebut bahasa Satolo Ngalampa’. Penduduk setempat menyebut bahasa mereka sebagai bahasa Ba-ampape atau Bakamene. Menurut tradisi lisan, bahasa ini disebut juga bahasa Ngalampa’. Di samping itu, mereka juga menyebut diri mereka orang Satolo. Kata Satolo berasal dari nama binua di Kecamatan Menyuke. Sedangkan kata Menyuke itu sendiri adalah nama sebuah sungai.

Ada informasi yang mengatakan bahwa istilah Banyuke berasal dari bahasa Cina Kek/Hakka yang terdiri dari tiga suku kata, yaitu Ban, Chu, dan Khe. Chu itu berarti ‘chunyuk’ atau ‘babi’. Khe itu berarti ‘ayam’. Ban artinya ‘bayar’. Namun ada juga yang mengatakan bahwa Banyuke berasal dari dua suku kata yaitu banyu dan khe. Banyu artinya air beras banyu, sedangkan khe tidak diketahui secara pasti.

Menurut istilah yang beredar luas di masyarakat, bahasa yang mereka tuturkan adalah bahasa Ngalampa’. Artinya kata-kata yang diucapkan tidak mirip benar ujarannya. Namun demikian, bahasa mereka masih dapat dipahami oleh penutur bahasa Banana’-Ahe di wilayah Mampawah. Di kalangan khalayak ramai, bahasa ini disebut juga bahasa Kanayatn. Secara kebahasaan, bahasa ini tergolong ke dalam rumpun bahasa Melayik.

Adapun kampung-kampung yang tergabung ke dalam wilayah adat Satolo adalah Kampung Kelampai Bansal, Ansakng Bansal, Taretek, Sabarayang, Begantung, Banta’, Ansakng, Kelampai, Tanjung Balai, Segunting, Date, Jelayan, Angkamu’, Jabeng, Palah Prajo, Bengkuis, Sunge Muntik, Dano, Meme’, Darit, Napal, Samahu, Bantak, Nanga Date, Satolo, Sunge Raya, Kayu Ara, Talaet, Napal, Jelayan Satolo, dan Bengkuis. Menurut data dari kecamatan, jumlah mereka ada 7.456 jiwa.

Asal suku Dayak Banyuke-Satolo memang dari Binua Satolo itu sendiri. Mereka sejak zaman nenek moyang dulu mereka memang sudah menempati wilayah adat yang sekarang ini mereka tempati. Satolo adalah nama pohon kayu yang pernah hidup di kawasan wilayah adat ini. Ada legenda besar yang beredar di seluruh Kecamatan Menyuke yang menyebutkan bahwa nenek moyang mereka adalah Nek Ria Sinir dari Kampung Jarikng dan Dara Itapm anak Patih Gumantar dari Mempawah Hulu.

Sistem kepercayaan masyarakat pada dasarnya bertitik tolak pada 2 prinsip, yakni percaya dengan adanya Tuhan yang satu dan percaya juga kepada roh-roh leluhur atau roh nenek moyang yang telah meninggal. Suku ini bertahan hidup mengandalkan sektor pertanian dan perkebunan untuk mendapatkan penghasilan, selain itu mereka juga melakukan perburuan binatang liar ke dalam hutan serta memelihara beberapa hewan ternak seperti babi dan Ayam, Saat ini tidak sedikit juga dari masyarakat suku Suku Dayak Banyuke-Satolo sudah melangkah lebih maju untuk bekerja di sektor pemerintahan maupun swasta.

No comments:

Post a Comment