Dayak Balantiatn

Dayak Balantiatn adalah salah satu subsuku Dayak yang tinggal di wilayah adat atau Binua Balantiatn di Kabupaten Landak. Mereka ada juga yang berada di Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau. Bahasa yang dituturkan oleh orang-orang Balantiatn adalah bahasa Balantiatn-Banyadu’. Bahasa ini tidak lain adalah bahasa yang juga dituturkan oleh orang-orang Banyadu’ di wilayah adat Banokng Satona-Banyuke. Hal ini tidak mengherankan karena orangorang Balantiatn-Banyadu’ sebetulnya tidak lain adalah orang-orang Banyadu’. Mereka dari wilayah Menyuke yang berpindah ke wilayah Behe/Dait. Balantiatn merupakan nama sungai yang mengalir melewati wilayah ini.
Ritual Dayak Benyadu // Photo by N/A
Kepindahannya adalah karena menahan serangan orang-orang di wilayah atas, seperti Sungkung, Tengon, dan Sempatung yang sering mengayau pada zaman dulu di wilayah Behe/Dait. Kampung-kampung yang termasuk ke dalam wilayah adat Balantiatn adalah Kampung Angkadu’, Tapis Baru, Tapis Tembawang, Amparayan, Kersik Balantiatn, Tainam, Sansa, Pagong Belantian, Tanjung Petai, dan Engkalong. Menurut data dari kecamatan, mereka berjumlah 2.200 orang. Menurut tradisi lisan dari masyarakat setempat, diketahui bahwa suku ini menyebar ke Binua Balantiatn karena perpindahan sebuah kampung secara gaib. Kampung itu diangkat oleh hantu dan dipindahkan ke Binua Balantiatn. Perpindahan ini terjadi pada malam hari sewaktu penduduk sedang tidur.

Versi lain mengatakan, bahasa ini muncul karena ada sekelompok orang yang mabuk sesudah makan jamur beracun. Sewaktu mabuk itu, mereka meracau (bicara tak tentu arah) dan hasilnya muncul bahasa baru yang merupakan bahasa mereka sekarang ini. Namun, informasi yang dianggap sahih untuk menerangkan perpindahan orang-orang Banyadu’ ke wilayah ini adalah peristiwa perang antarsubsuku Dayak (bakayo) yang secara dominan menentukan proses perpindahan. Menurut cerita, orang-orang Behe/Dait yang merasa terancam karena sering diserang oleh orang-orang dari wilayah perbukitan akhirnya meminta bantuan kepada orang-orang dari wilayah Menyuke untuk mengamankan wilayahnya. Karena itulah mereka kemudian diberikan hadiah berupa tanah yang terletak di sepanjang Sungai Balantiatn.

Sementara itu, ada pula Dayak Balantiatn yang bermukim di Kabupaten Sanggau. Mereka ini merupakan penyebaran dari subsuku Dayak Balantiatn yang umumnya terdapat di Kecamatan Serimbu, Kabupaten Landak. Di Kabupaten Sanggau suku ini terdapat bagian hulu Sungai Tayan di Kecamatan Tayan Hulu atau Sosok yang secara geografis berbatasan langsung dengan Kabupaten Landak. Di Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau, kelompok ini hidup membaur dengan subsuku Dayak Pruwan yang bermukim di bagian hulu Sungai Tayan. Adapun tempat pemukiman subsuku Dayak Balantiatn di Kecamatan Tayan Hulu adalah di Kampung Berakak, Raman, Tapang, Sejirak, Pragong, Pangkalatn, Mansan, dan Sei Ringin. Jumlah penutur di situ kurang lebih sekitar 2.720 jiwa.

Sistem kepercayaan masyarakat pada dasarnya bertitik tolak pada 2 prinsip, yakni percaya dengan adanya Tuhan yang satu dan percaya juga kepada roh-roh leluhur atau roh nenek moyang yang telah meninggal silahkan baca di postingan Kepercayaan Asli Orang Dayak. Dalam sistem kepercayaan masyarakat Dayak Balantiatn memiliki kepercayaan bahwa setelah meninggal dunia, maka roh-roh orang tersebut jasadnya akan terus hidup. Bahkan, ada juga anggapan bahwa roh nenek moyang yang telah sampai di surga (saruga) dapat kembali ke dunia ini menjadi pelindung keluarga atau masyarakat. Kepada roh inilah terkadang masyarakat memohon perlindungan dan menyampaikan permohonan.

Masyarakat suku Dayak Balantiatn dalam bertahan hidup mengandalkan sektor pertanian dan perkebunan untuk mendapatkan penghasilan, selain itu mereka juga melakukan perburuan binatang liar ke dalam hutan serta memelihara beberapa hewan ternak seperti ayam dan babi. ada juga sebagian dari mereka yang melakukan penambangan Emas.

Sumber
Alloy, Surjani, dkk.,MOZAIK DAYAK: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat, Institut Dayakologi, Pontianak, 2008.

5 comments:

  1. adat istiadat nya masih terasa khas

    ReplyDelete
  2. @vina devina : yach begitulah sesuai pepeatah lama..
    Hidup di kandung adat, meninggal di kandung tanah

    ReplyDelete
  3. Bisa gawat kalau semua bahasa + budaya baru diakui gara-gara ketidaksengajaan karena perbuatan negatif orang lain (mabuk karena makan jamur beracun, walau tidak sengaja). Salah dan benarnya tidak dipikirkan. Kata-kata meracau saja dijadikan standar :(

    ReplyDelete
  4. saya malah baru tahu mas, maklum, jarang pergi cari informasi sih.. buat blognya keren mas

    ReplyDelete
  5. @Taufik Nurrohman : Pakta di lapangan bahasa tersebut masih ada dan pekat digunakan belum punah. bahkan di ceritaikan turun-temurun dari generasi ke generasi. Hal tersebut berbeda dengan di jawa di mana bahasa jawa setiap Daerah sama meskipun ada tingkatan bahasa seperti bahasa jawa kromo dan bahasa jawa Ngoko.

    @Leony Li : Blognya biasa saja, orang-nya juga biasa. Saya tidak bisa membuat blog terlalu keren.

    ReplyDelete