Dayak Bubung

Dayak Bubung atau yang juga disebut Dayak Bentiang adalah termasuk pecahan Dayak Tengon dari Kumba/Bidayuh. Mereka sudah mengalami pembauran dengan penduduk di sekitarnya, yang bukan keturunan orang Sungkung.

Bahasa Bubung biasa juga disebut bahasa Badeneh. Bahasa ini dituturkan oleh orang-orang yang tinggal di Perkampungan Bentiang serta orang-orang yang pindah dari Perkampungan Bentiang ke kampung-kampung di sekitarnya.

Wilayah penyebaran subsuku Dayak Bubung terdapat di Perkampungan Bentiang yang terdiri dari empat kampung, ditambah dengan kampungkampung lain yang menjadi tempat penyebaran suku ini, yaitu Kampung Bentiang Samokong, Bentiang Samame’, Bentiang Sijanjung, Bentiang Ma’ Domong, Jangkak, serta India’.

Berdasarkan data sensus penduduk dari kantor camat pada bulan September 1998, jumlah penduduk yang menuturkan bahasa Bubung (Badeneh) sebanyak 870 orang yang terdiri dari 459 laki-laki dan 411 perempuan ditambah dengan penduduk di Kampung Jangkak dan India’.

Bentiang adalah nama yang diberikan oleh pemerintah untuk Kampung Bubung. Kampung Bubung merupakan kampung asli orang Bentiang, sedangkan penduduk setempat menyebut kampung mereka Kedo’. Bentiang pada zaman dulu terbagi menjadi empat kampung, yaitu Kampung Bubung (Bentiang Asli), Asem, India’, dan Jangkak.

Ceritanya, pada zaman dahulu kala ada sebuah kampung yang bernama Kampung Sigayoi. Kampung ini terletak di hulu Sungai Pade. Pada waktu itu, terjadi perselisihan antarkampung, yaitu antara Kampung Sigayoi dan Kampung Jangkak. Perselisihan ini tidak kunjung selesai baik lewat jalur musyawarah maupun jalur hukum adat. Hal ini menimbulkan situasi yang kian memanas. Untuk menyelesaikan perselisihan ini, orang-orang dari Kampung Sigayoi menuangkan racun di sungai tempat orang Jangkak mandi dan mengambil air minum. Hal ini tentu sangat mudah dilakukan karena orang Kampung Sigayoi tinggal di hulu sungai.

Sesudah menuangkan racun tersebut, terjadilah kematian yang misterius di kampung tersebut. Penduduk yang masih selamat, pindah ke Kampung Pare, Kampung Jangkok, dan Kampung Suti. Pada akhirnya di Kampung Jangkak hanya tertinggal dua kepala keluarga. Karena merasa jumlah mereka sedikit akhirnya kedua kepala keluarga ini mencari orang-orang Bentiang untuk tinggal di kampungnya. Orang Bentiang itu namanya Katun dan Biau.

Si Biau merasa kampung mereka ini masih kurang orang. Dengan demikian, Katun disuruh memanggil lagi sanak saudaranya untuk tinggal di Kampung Bubung. Nama Biau diabadikan menjadi nama kampung, yaitu Kampung Sebiau.

Namun, dengan kuasa si Katun sebagai seorang Timanggong, Kampung Sebiau ini diubah menjadi Kampung Jangkak. Bahasa mereka yang pada mulanya disebut bahasa Suti Bamayo’ berubah menjadi bahasa Bubung (Bentiang) Badeneh. Sekarang ini, Bubung yang asli Bentiang terbagi menjadi Bentiang Sijanjung, Bentiang Semokong, Bentiang Ma’ Domong, dan Bentiang Semame’ ditambah Jangkak, dan India’ (Silia’).

1 comment:

  1. JELAS SEKALI POSTINGANNYA. INI ILMU BARU BUAT SAYA TTG BUDAYA YG ADA DI INDONESIA

    ReplyDelete