Borneo, Merdeka Tapi Merana

Borneo – Merdeka..! Mungkin kata yang tepat untuk menyambut hari ulang tahun kemerdekaan sebuah negara yang terlepas dari penjajahan. Bagaimana dengan kemerdekaan sebuah pulau lumbung energi disela kemerdekaan Indonesia? Pulau yang sudah terkenal sejak zaman peradaban kuno akan kekayaannya, hingga dijuluki pulau lumbung Energi. Pulau yang penuh kebudayaan dan kekayaan alam yang melimpah seperti Batubara, Migas, Nikel, Bauksit, Emas, Intan, dan keberagaman hayati flora dan fauna dan hutan hujan tropis dan hutan mangrove yang luas dan lain sebagainya.


Boreno Merdeka tapi merana
Boreno Merdeka tapi merana // Photo by Oes

Pulau borneo atau lebih sering disebut pulau kalimantan yang merupakan pusat berkembangnya kebudayaan dan perdaban suku Dayak dengan banyak Pilosofi. Tapi, Sangat disayangkan Pulau tersebut terbagi menjadi 3 Negara yaitu Brunei, malaysia, dan Indonesia. Perpecahan Pulau tersebut menjadi milik tiga negara akibat korban perpolitikan masa lalu tentu berakibat akan kesajahteraan penduduk pribumi yang mungkin lebih dikenal dengan masyarkat adat.

Kesejahteraan penduduk Asli pulau borneo (masyarakat adat) tentunya berpareasi tergantung negara dan daerah tempat tinggalnya. Pulau Borneo terkenal dengan kekayaan-nya Alam dari hasil hutan dan energi tapi masih sangat banyak ditemukan kemiskinan. kemiskinan merupakan Problem yang serius dari beberapa negara dunia, kemiskinan juga tidak luput melanda masyarakat adat baik itu dari negara brunei, malaysia maupun indonesia.

Kemiskinan masyarakat Adat yang lebih parah terletak pada pemerintahan Republik Indonesia, jika acuan perbandingan dengan masyarakat yang ada di negara tetangga berunei dan malaysia, Jika Acuan perbandingan dengan Negara maju lainnya tentu sangat-sangat miskin dan tidak layak. Tidak Habis pikir akan kemiskinan masyarakat adat yang ada di pulau kalimantan jika dilihat dari 1 sumur minyak bisa bisa memberikan keuntungan Rp 5 miliar per hari belum termasuk batubara, dan yang lainnya. Saat ini saja , kata Satoto, “Produksi minyak di Lapangan Bunyu mencapai 10.000 barel per hari dengan rata-ratanya mencapai 7.420 barel per hari dengan luas wilayah lapangan Bunyu sekarang adalah 187,5 km2.” Seperti di tulis salah satu web berita detik.com.

Melihat Kejadian itu tentu membuat masyarkat harus mengingat kembali sebuah pesan Pengelana Inggris JAMES BROOKE kepada masyarakat suku Dayak yang berbunyi
“Akan tiba saatnya ketika aku sudah tidak disini lagi, orang lain akan datang terus-menerus dengan senyum dan kelemah-lembutan untuk merampas apa yang sesungguhnya hak mu yakni tanah dimana kamu tinggal, seumber penghasilanmu dan bahkan makanan yang ada dimulutmu. Kalian akan kehilangan hak kalian yang turun-temurun dirampas oleh orang asing dan para spekulan yang pada gilirannya akan manjadi para tuan dan pemilik. Sedangkan kalian hai anak-anak negri ini (Dayak) akan disingkirkan dan tidak akan menjadi apapun kecuali menjadi para kuli dan orang buangan di pulau ini.”
Di tulis dalam bukunya "The White Rajah of Sarawak", yang terbit tahun 1915 sebelum kemerdekaan Indonesia.

Melihat isi pesan tersebut tentunya menyadarkan masyarakat adat akan kepantasan Diri, kelayakan diri, dan kemampuan diri akan persaingan di era gelobal yang mungkin akan mendatangkan penjajahan baru yang lebih kejam dari kerja rodi dan zaman ramusa serta politik adu domba.

2 comments: