Dayak Bakati’ Palayo adalah salah satu subsuku Dayak Bakati' yang bermukim di Binua Palayo, Kabupaten Bengkayang. Palayo adalah nama wilayah adat yang dibentuk oleh pemerintahan kolonial untuk mengatur orang-orang Dayak pada masa itu. bahasa Bakati’ Palayo ini termasuk ke dalam rumpun bahasa Bidayuhik (Peta Wurm dan Hatorri, 1983). ciri-ciri bahasa mereka Bakati’ Inyam atau biasa juga disebut Ba-Inyam. Bahasa ini sangat mirip dengan bahasa Bakati’ Rara, Kanayatn-Satongo, dan Bakati’ yang lainnya. Yang membedakannya hanya pada beberapa kosa kata dan juga ada perubahan bunyi pada beberapa perkataan tertentu. Namun perbedaan ini tidak cukup untuk mengklaim bahwa bahasa ini berbeda dengan bahasa Bakati’ yang lainnya. Secara kebahasaan, Menurut penggolongan yang telah berlaku umum di kalangan para pakar bahasa, Dayak Bakati’ juga masuk dalam rumpun Dayak Bidayuh.
Wilayah penyebaran Dayak Bakati’ Palayo pada Zaman Belanda terdapat di wilayah adat Palayo. Wilayah adat ini terdiri dari tiga belas kampung. Namun penyebaran mereka ternyata melampaui batas-batas wilayah adat tersebut. Kampung-kampung dalam wilayah adat tersebut adalah sebagai berikut. Di Kecamatan Bengkayang terdapat di Kampung Sangkabakng, Sansak, Sabawak, Katiat, Riapm Palayo, Tampe Palayo, Rangkang, Sabopet, Malosa, Sentagi, Dungkan, Seburuk, Sungai Raya, Sabalo, Ubah, Teribun, Malabo, Pisang, Semangak, Selabih, Sentalang, Bongkang, Tampe Pelampa, Tanjung, dan Tamonong. Jumlah mereka menurut sensus tahun 2001 ada11.444 jiwa. Sedangkan yang berada di Kecamatan Teriak ada di Kampung Sebetung Menyala, Kalampe, Sayukng, dan Tapakng Tanyukng. Mereka berjumlah 1.661 jiwa menurut sensus tahun 2001. Walaupun demikian, penyebaran suku Dayak Bakati’ Palayo ini jauh lebih luas lagi melintasi batas wilayah yang ada. Hal ini akibatkan oleh karena perkawinan dan sifat dari pergerakan atau dinamika masyarakat yang memang lebih dinamis dari waktu ke waktu. Hal ini juga diungkapkan oleh Asmah (1970) dalam Collins (1983:19) bahwa penelitian yang lebih rapi tentu saja akan membuktikan batas negeri tidak seharusnya sama dengan batas dialek.
Sistem kepercayaan masyarakat pada dasarnya bertitik tolak pada 2 prinsip, yakni percaya dengan adanya Tuhan yang satu dan percaya juga kepada roh-roh leluhur atau roh nenek moyang yang telah meninggal. Dalam sistem kepercayaan masyarakat Dayak Bakati’ memiliki kepercayaan bahwa setelah meninggal dunia, maka roh-roh orang tersebut jasadnya akan terus hidup. Bahkan, ada juga anggapan bahwa roh nenek moyang yang telah sampai di surga (saruga) dapat kembali ke dunia ini menjadi pelindung keluarga atau masyarakat. Kepada roh inilah terkadang masyarakat memohon perlindungan dan menyampaikan permohonan.
Dalam bertahan hidup, orang Dayak Bakati' sebagian besar hidup dalam budidaya pertanian seperti bertanam padi ladang, karet, jagung dan lada. Selain itu berburu dan mengumpul hasil dari hutan juga tetap dijalani oleh sebagian kecil dari masyarakat Dayak Bakati'. Saat ini masyarakat Dayak Bakati' telah melangkah lebih maju dengan banyaknya dari mereka yang bekerja di instansi pemerintah dan juga sebagai karyawan swasta, serta menjalani hidup sebagai pedagang.
No comments:
Post a Comment