Dayak Bakati'

Dayak Bakati' adalah salah satu dari sekian banyak sub suku Dayak yang ada di Kalimantan Barat. Sentra komunitas sub suku Dayak Bekati' sebagian besar mendiami wilayah utara Kabupaten Sambas, di Kecamatan Pemangkat, Bengkayang, Ledo, Sangau Ledo, dan Seluas. Pada masa lalu suku Dayak Bakati' juga terkenal dengan tradisi "kayau" atau "mengayau". Nenek moyang mereka berasal dari Pemagen (panglima pemenggal kepala) yang hidup beranak pinak di Segiring. Dari segi etnolinguistik Dayak Bekati dapat dibagi dalam tiga aksen atau dialek besar, yaitu Dayak Bekati yang menggunakan bahasa Bekati Riok, Bekati Sara, dan Bekati Lara.

Dayak Bekati
Dayak Bekati' // Photo by Tavas

Perkampungan masyarakat suku Dayak Bakati', sepertinya telah menjalani proses gaya hidup modern dimana Rumah Betang tidak ada lagi dalam masyarakat adat suku Dayak Bakati' yang merupakan kebanggaan dan ciri khas suku Dayak dan gambaran keberadaan serta keadaan sebuah kampung suku Dayak. Ritual yang populer dalam masyarakat Dayak Bakati' adalah ritual Nyabangk, yakni ritual upacara adat menutup siklus tahun perladangan yang lama dan membuka tahun perladangan yang baru. Bagi masyarakat adat Dayak Bakati’ padi dan beras bukanlah semata-mata komoditas semata, melainkan berkat dari Jebata (Tuhan Sang Pencipta) yang harus disyukuri. Padi dan beras adalah sumber kehidupan masyarakat Dayak Bakati’. Seluruh proses produksi padi berada dalam campur tangan Jebata yang harus dipandang sebagai rangkaian perjalanan hidup.

Suku Dayak Bakati, memiliki beberapa sub suku yang tersebar di wilayah Kalimantan Barat hingga sampai ke wilayah Malaysia:
  1. Dayak Bakati' Riok
  2. Dayak Bakati' Rara
  3. Dayak Bakati' Kuma/ Sengayan
  4. Dayak Bakati' Kanayatn Satango
  5. Dayak Bakati' Subah/ Lampahuk,
  6. Dayak Bakati' Sebiha'
  7. Dayak Bakati' Palayo/ Ba-Inyam
  8. Dayak Bakati' Taria'
  9. Dayak Bakati' Lape
  10. Dayak Bakati' Payutn
  11. Dayak Bakati' Lumar
  12. Dayak Bakati' Kamayo
  13. Dayak Bakati' Tambang Laut (Sambas)

Awalnya Dayak menganut kepercayaan terhadap hal-hal yang dianggap gaib, baik kepada roh-roh nenek moyang, batu-batuan, gunung-gunung dan lain sebagainya yang dianggap memiliki kekuatan dan mempunyai kekuasaan di wilayah tersebut. Tetapi pada saat ini sebagian besar masyarakat sudah menganut agama resmi yang ditetapkan oleh pemerintah, terutama agaman Kristen (baik Katholik maupun Protestan) dan ada juga yang menganut agama Hindu. Walaupun secara administrasi dalam kehidupan bernegara mereka telah memiliki agama resmi, namun dalam praktik kehidupannya sehari-hari, masyarakat Dayak Bakati’ tetap meyakini dan melaksanakan kepercayaan terhadap agama lama yang mengandung unsur-unsur kegaiban dan kesakralan. Sistem kepercayaan masyarakat Dayak Bakati’ pada dasarnya bertitik tolak pada 2 prinsip, yakni percaya dengan adanya Tuhan yang satu dan percaya juga kepada roh-roh leluhur atau roh nenek moyang yang telah meninggal. Dalam sistem kepercayaan masyarakat Dayak Bakati’ memiliki kepercayaan bahwa setelah meninggal dunia, maka roh-roh orang tersebut jasadnya akan terus hidup. Bahkan, ada juga anggapan bahwa roh nenek moyang yang telah sampai di surga (saruga) dapat kembali ke dunia ini menjadi pelindung keluarga atau masyarakat. Kepada roh inilah terkadang masyarakat memohon perlindungan dan menyampaikan permohonan.

Selain itu, masyarakat Dayak Bakati’ juga percaya adanya dunia atas dan dunia bawah. Dunia atas adalah dunia di mana manusia yang hidup tidak bisa melihatnya. Dunia ini hanya ada dalam konsep dan dipercayai masyarakat. Mereka percaya bahwa setelah meninggal roh manusia kelak akan menuju ke sana dan mereka yang telah meninggal juga tidak semua rohnya dapat menuju ke sana, melainkan sesuai dengan perbuatan dan tindakannya selama ia masih hidup. Sementara orang yang meninggal namun rohnya tidak dapat masuk ke dunia atas, menurut kepercayaan mereka tetap berada di dunia bawah dan roh-roh inilah yang selalu mengganggu kehidupan manusia. Ini sesuai dengan perbuatan semasa ia masih hidup yang selalu berbuat jahat sehingga Nyaibata tidak mau menerimanya. Tuhan yang satu dipercayai oleh masyarakat Dayak Bakati’ adalah yang mengatur dan memelihara hidup manusia, namun dalam praktik kepercayaan mereka sehari-hari, Tuhan yang satu tersebut dibantu oleh penguasa-penguasa yang menguasai tempat-tempat tertentu.

Dalam pelaksanaan ritual, para tua-tua adat yang terdiri dari Amak Sabangk dan Amak Gandangk serta anggota masyarakat yang merayakanya memberi makan roh-roh Pemagen dengan sesaji yang terdiri dari : daging, darah, kepala, hati (anjing, babi, ayam), beras kuning, beras pulut, nasi panggang, lambang (lemang), sirih, pinang, kapur, gambir, besi, tembako, air tawar, tepung beras, tumpi, ketupat, telur ayam kampung, kundur, timun, ampa padi, lenjuang, pelangkang, tapai tuak, tuak jandungk, nasi buis, udang, ikan, kepiting, siput, daun durian dan langsat, batang pisang, ratih padi, biji timun dan nasi sungki serta apar tergantung dengan kepercayaan dan aliran.

Salah satu benda misteri suku Dayak Bakati' adalah "Punggo", sebuah rumah kecil yang berukuran lima kali lima meter. Dalam Punggo ini berisi sekitar tiga puluh tengkorak manusia yang disimpan dalam tiga keranjang di dalam Punggo. Tengkorak-tengkorak itu dikumpulkan oleh puak-puak Dayak Bakati’ sebelum tradisi mengayau pada masyarakat Dayak dihentikan tahun 1894 pada Perjanjian Damai Tumbang Anoi yang di prakarsai oleh Pemerintah Kolonial Belanda di Kalimantan Tengah (Edi Petebang, 2005).

Dalam bertahan hidup, orang Dayak Bakati' sebagian besar hidup dalam budidaya pertanian seperti bertanam padi ladang, karet, jagung dan lada. Selain itu berburu dan mengumpul hasil dari hutan juga tetap dijalani oleh sebagian kecil dari masyarakat Dayak Bakati'. Saat ini masyarakat Dayak Bakati' telah melangkah lebih maju dengan banyaknya dari mereka yang bekerja di instansi pemerintah dan juga sebagai karyawan swasta, serta menjalani hidup sebagai pedagang.

Sumber:
[1] bukitbawakng.blogspot.com
[2] banuadayak.wordpress.com
[3] institutdayakologi.wordpress.com.

No comments:

Post a Comment